Sejak kemunculan kumpulan surat menyurat R.A. Kartini yang
diterbitkan dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”, wacana untuk menuntu
kesamaan hak dan kewajiban perempuan terus bergulir. Mendapat sambutan yang
luar biasa di kalangan kaum perempuan. Seolah menjadi oase ditengah gurun pasir
bagi mereka yang merasa selama ini diperlakukan tidak adil oleh kaum laki-laki.
Kesamaan ini menuntut adanya kebolehan untuk mendapatkan
atau melakukan sesuatu yang selama ini di dominasi oleh laki-laki. Baik dalam
pendidikan, pekerjaan, tanggung jawab, maupun peran sosial. Selanjutnya
pemikiran ini terus berkembang hingga mencapai taraf menuntut kesetaraan
gender.
Apakah laki-laki dan wanita sama?
Pertanyaan yang susah-susah gampang, mengandung jawaban
ambigu dan tidak punya kebenaran absolut. Dibilang sama, ya karena memang
sama-sama manusianya. Punya otak, mata, kaki, tangan, dan dengkul (podo-podo
modal dengkul, kata orang jawa). Dibilang tidak sama juga benar. Dilihat
sekilas juga ketahuan mana laki-laki dan mana perempuan, bahkan yang
separuh-separuh pun jelas terlihat (itu lho yang suka bilang eike, capcus,
yye).
Jadi sebenarnya laki-laki dan perempuan sama nggak sih?
Terserah penilaian masing-masing, tapi bagi manusia berakal sehat pasti tahu
jawabannya. Karena laki-laki dan wanita diciptakan memang tidak sama. Laki-laki
lebih kuat, lebih kasar, dan dominan menggunakan logika. Laki-laki juga tidak
punya payudara, rahim, dan tidak berkulit halus seperti wanita.
Sedang wanita cenderung lebih lembut, lemah, perasa, dan
ingin dilindungi. Apa jadinya kalau wanita berotot seperti laki-laki? Atau
laki-laki jadi seperti wanita cerewet dan suka bergosip? Tentu kacau dunia ini
dan rusak tatanan sosial masyarakat.
Meski disana-sini digembar-gemborkan persamaan antara
laki-laki dan perempuan (yang lebih banyak didukung oleh kaum perempuan) namun
fakta di lapangan perempuan seringkali menuntut adanya hak istimewa dibanding
laki-laki. Dalam dunia pendidikan yang katanya sudah memberikan hak yang sama
bagi perempuan untuk mencari ilmu, perempuan masih menginginkan adanya
‘keringanan’ karena mereka tidak sama dengan laki-laki. Saat olah raga misalnya,
jika murid laki-laki harus keliling lapangan 10 kali maka yang perempuan minta
separuhnya saja. Saat harus mengangkat peralatan yang berat-berat untuk acara
sekolah, “Pak, masa perempuan disuruh
angkat-angkat sih. Laki-laki kan masih banyak.” Lha katanya sama?
Saat ini dalam urusan pekerjaan baik di pemerintahan maupun
swasta perempuan bisa menduduki jabatan penting atau posisi yang strategis.
Pucuk pimpinan beberapa sudah bisa dipegang oleh perempuan. Itu karena mereka
menganggap perempuan punya kesempatan dan kemampuan yang sama. Perempuan juga
pintar, bertanggung jawab, dan bisa melakukan tugas laki-laki.
Tapi perempuan juga menuntut hak istimewa contohnya cuti
melahirkan atau cuti haid yang tidak didapatkan oleh laki-laki. Perempuan pun
jarang yang mau berpanas-panas turun ke lapangan atau melakukan kerja luar di
proyek-proyek. Ih, masa perempuan harus
kerja seperti tukang bangunan? Lha?
Dan yang lebih aneh lagi meski yang perempuan sudah bekerja
dengan penghasilan lumayan mereka juga tidak rela jika peran perempuan dalam
rumah tangga diambil alih laki-laki. Tugas
laki-laki adalah mencari nafkah untuk keluarganya bukan hanya di rumah mengurus
anak-anak.
Terus yang mengurus rumah dan anak-anak siapa? Pembantu yang
sama sekali tidak punya kasih sayang, selain demi mendapat gaji tiap bulan?
Bagaimana seseorang seperti itu diserahi tugas pengasuhan anak? Padahal anak
adalah harta yang sangat berharga. Rumah terbakar bisa dibangun lagi, uang
hilang bisa dicari, tapi kalau sampai ada apa-apa dengan anak mau dicari dimana
gantinya?
Kedudukan perempuan dalam islam.
Islam menempatkan perempuan dalam posisi yang mulia. Kaum
ibu adalah madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Pernah seorang sahabat
bertanya pada Rasulullah tentang siapa saja orang yang wajib dihormatinya. Tiga
kali Rasulullah menjawab: Ibumu. Baru pada pertanyaan keempat beliau menjawa:
Bapakmu.
Islam juga memberikan persamaan hak bagi perempuan dalam
beramal shalih.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman maka pasti akan Kami berikan padanya
kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97)
Jadi Allah tidak memandang laki-laki dan perempuan ,jika
mereka melakukan kebaikan sementara tetap beriman maka balasan Allah sungguh
sangat besar. Beramal shalih bisa bermacam-macam bentuknya sesuai dengan kadar
kemampuan. Jika laki-laki jihadnya berperang di jalan Allah dan mencari nafkah,
maka perempuan berjihad saat melahirkan dan mengasuh anak-anaknya.
Allah tidak akan lalai dan lupa. “Sesungguhnya amal-amal itu
tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan pahala sesuai dengan apa
yang ia niatkan.” (H.R. Bukhari Muslim)
Selain itu perempuan juga mendapat hak dalam menuntut ilmu.
Rasulullah bersabda, “Menuntut ilmu wajib atas setiap muslim.”(H.R. Ibnu Majah)
Perbedaan peran perempuan dan laki-laki
Allah memang telah menciptakan perempuan berbeda dengan
laki-laki untuk saling melengkapi. Masing-masing mempunyai hak, kewajiban, dan
peran masing-masing. Mungkin dalam beberapa hal perempuan dan laki-laki bisa
bertukar peran tapi hal tersebut tidak lantas dijadikan pijakan bahwa laki-laki
dan perempuan bisa saling menggantikan. Pertukaran peran inipun hasilnya tidak akan
sesempurna seperti jika dilakukan oleh si empunya.
Perempuan bisa menjadi pemimpin perusahaan tapi perlu
diingat bahwa kecenderungan perempuan terpengaruh emosi sangat besar. Sehingga
keputusan bisa jadi kurang tepat. Laki-lakipun bisa saja menjadi pengasuh bagi
anak-anaknya tapi kepribadian yang kurang lembut dan kurang berperasaan bisa
membuat anak tumbuh menjadi orang yang cenderung kasar dan berhati kaku.
Ada beberapa hal yang perlu dikoreksi lagi, tidak ada yang
bisa melarang seorang perempuan bekerja atau menduduki jabatan, kecuali
suaminya. Namun patut sekiranya disadari bahwa perempuan punya tanggung jawab
pada suami, anak-anak, dan harta suaminya. Sesungguhnya saat perempuan beru saha
keras untuk menuntut persamaan hak dan kewajiban maka dia telah menambah beban
pada punggungny a sendiri. Cukuplah Allah sebagai pemberi rizki yang Terbaik.
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia
dijadikan bersifat lemah.” (An-Nisa:28)
Tidak ada gunanya menyesali kenapa dilahirkan sebagai perempuan
atau kenapa laki-laki diberi berbagai kelebihan, karena semuanya akan dimintai
pertanggungjawaban. Laki-laki diberi berbagai kelebihan karena tugasnya lebih
banyak dari perempuan, tanggung jawabnya lebih berat dari perempuan, dan
pekerjaanya lebih menguras tenaga daripada perempuan.
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karenanya Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka...” (An-Nisa: 34)
Allah Maha Adil walau telah menakdirkan beberapa kelebihan
bagi laki-laki, tapi dalam beramal dan menuntut ilmu Allah memberi kesempatan
yang sama dan sama-sama bisa berbalas surga pada hari kiamat. Karena itu
menurut hemat penulis kesetaraan gender adalah sebuah hal yang utopis. Terlihat
indah namun jauh, jauh sekali dari kenyataan. Apakah jika kita memiliki
anak-anak rela jika anak laki-laki disamakan seutuhnya dengan anak perempuan?
Yang laki-laki seperti perempuan atau perempuan diperlakukan seperti laki-laki?
Bersabarlah kaum wanita! Karena Allah telah menetapkan bahwa
semua nabi, rasul, dan pemimpin laki-laki berasal dari rahim seorang wanita,
kecuali Nabi Adam tentunya.