Tak Cukup Hanya Materi
Sabtu, 17 November 2012
0
komentar
Bagaimana pendapat Anda saat
mendengar seorang balita berbicara? Tentu sangat lucu dan menggemaskan. Apalagi
bila bicaranya masih belum lancar dan tidak jelas, rasanya sangat menggelitik
di telinga. Tapi bagaimana jika yang keluar adalah sebuah umpatan? Ya,
kata-kata yang biasanya dilontarkan orang dewasa bila sedang marah.
Adalah seorang anak perempuan
kecil lucu berusia sekitar tiga tahun. Badannya sehat berisi, putih kulit
tubuhnya, dengan bibir yang merah menguncup. Dia anak seorang pengusaha yang
cukup sukses-bahkan dikabarkan ayahnya punya beberapa pomp bensin disamping
usaha-usaha yang lain. Ibunya juga berwirausaha dengan membuka beberapa
restoran cepat saji.
Soal ekonomi bisa dibilang tidak
kekurangan, mereka punya tukang kebun, juru masak, pembantu rumah tangga dan 2
baby sitter untuk ketiga anaknya yang masih balita. Pakaiannya bagus-bagus dan
mahal. Setiap sore si bungsu Aira, dan kakaknya Nadira jalan-jalan sambil makan
bersama baby sitter, sedang si sulung asyik bermain sepeda.
Lalu Aira menemukan gundukan
batu-batu kecil di depan salah satu rumah yang sedang direnovasi. Spontan ia
menghampiri dan menaikinya. Kakinya yang pendek dan gemuk rupanya tidak cukup
kokoh berpijak sehingga menyebabkan dia jatuh. Tidak luka namun cukup membuat
Aira meringis kesakitan. Sang baby sitter berteriak menyuruh Aira bangun meski
tangan Aira menggapai-gapai minta diraih. Baby sitter tetap pada pendiriannya
tidak mau menolong bahkan menakut-nakuti akan ditinggal pergi bila tidak mau
bangun.
Karena kesal Aira menjerit keras
sekali kemudian dia berdiri dengan susah payah. Wajahnya marah sambil
mengacungkan tangan Aira berteriak pada si baby sitter, “Kamu itu jelek!”
Kejadian itu cukup membuat saya
surprise, darimana anak tiga tahun belajar kalimat tidak sopan seperti itu?
Saya kira Aira belum bisa mengerti makna kata ‘cantik’ atau ‘jelek’ yang
sebenarnya. Tentulah kata-kata itu berasal dari orang-orang di sekitarnya, jika
bukan orang tua pastilah orang yang berhubungan cukup intens dengannya.
Jamak terjadi sekarang ini karena
kesibukan, orangtua menyerahkan pengasuhan anak sepenuhnya pada baby sitter. Padahal
baby sitter tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam mendidik anak. Tidak
adanya rasa menyanyangi yang kuat membuat seorang baby sitter mengasuh dengan
setengah hati. Asal anak tidak menangis dan makan teratur ia sudah merasa
tenang, walau disertai ancaman, kata-kata kotor, dan mengatai-ngatai anak
dengan sebutan ‘anak nakal’, ‘jelek’, ‘bandel’, ‘malas’.
Saya cukup tahu karena hampir tiap
hari saat mengasuh Raihan bertemu beberapa baby sitter. Saya pun pernah melihat
seorang baby sitter menolak dengan ketus saat dimintai gendong oleh anak
asuhannya. Tiba-tiba saya merasa begitu kasihan pada anak itu. Karena jika yang
mengasuh adalah ibunya sendiri pasti akan mendekap anak itu penuh sayang.
Banyak orang tua menganggap bahwa
kebutuhan anak hanya terfokus pada makanan, pakaian, dan mainan. Sehingga orang
tua sudah merasa aman melihat anaknya sehat, berbadan gemuk, dan makan dengan
lahap.
Kasih sayang, belaian lembut,
pelukan, dan bermain bersama sering diabaikan karena alasan malas dan
membuang-buang waktu. Ketika pulang kerja saat tangan anak terangkat minta
digendong apa jawaban sang ayah? “Sudah Nak, ayah capek. Kamu main sama mbak
aja sana.” Lalu ayah masuk kamar dan
merebahkan diri, merasa seolah-olah dia adalah orang yang paling bekerja keras
di dunia. Kedaan ini semakin parah jika ibu pun berlaku sama, capek, penat,
stress urusan pekerjaan membuat ibu lebih memilih menyuruh baby sitter untuk
mengajak anaknya jalan-jalan agar ia bisa beristirahat.
Salahkah orang tua bekerja?
Bukankan bekerja juga untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kian hari kian
mencekik leher? Jawabannya tentu tidak, hanya yang harus diingat bahwa anak
tidak hanya memerlukan materi tapi juga kasih sayang. Tanpanya perkembangan
jiwa anak akan timpang, mudah marah, cemas, dan tidak percaya diri.
Ibu, sebagai madrasah pertama dan
utama bagi anak memang dituntut punya porsi lebih dalam masalah pendidikan putra-putrinya.
Jangan karena isu kesetaraan gender membuat ibu bercita-cita menjadi seperti
ayah sepenuhnya. Dalam islam seorang suami berkewajiban memberi nafkah
keluarganya, sedangkan istri bila bekerja (tentu dengan ijin suaminya) maka
penghasilannya adalah miliknya sendiri, seorang suami tidak berhak menggunakan
harta istri tanpa ijinnya.
Lalu bagaimana jika penghasilan
ayah pas-pasan? Istri boleh bekerja dengan tidak melupakan tugas utamanya,
karena sesungguhnya harta yang paling berharga, investasi yang patut
diutamakan, dan tabungan masa depan adalah si anak sendiri. Harta bisa lenyap,
tapi anak yang berbakti akan membawa kebahagiaan di dunia bahkan sampai di
akhirat nanti.
Luangkanlah waktu sejenak untuk
bermain dengannya. Jadikan diri tenggelam dalam permainannya, jangan takut
dibilang lebay dan kekanak-kanakan, justru semakin atraktif orang tua semakin
senang si anak. Bagi anak bermain bersama orangtua adalah salah satu obat rindu
yang amat mujarab, mengobati kesepian ditinggal seharian bekerja, dan sebagai
hadiah berharga bagi masa depannya. Jangan acuh dan tidak perhatian karena bisa
jadi suatu saat orang tua akan terkejut melihat anaknya tumbuh semakin menjauh.
Tarik napas sejenak, lepaskan
semua beban pekerjaan. Sesungguhnya dunia tidak akan pernah sampai meski
dikejar seumur hidup. Semakin anda terobsesi maka semakin sulit medapatkannya.
Kehidupan tidak melulu berisi mencari uang, berapapun penghasilan orang tua
jika tetap bersyukur dan (berusaha) merasa cukup maka cukuplah penghasilan itu.
Bagi keluarga A satu juta rupiah cukup untuk hidup satu bulan tapi mungkin bagi
keluarga B satu juta hanya bisa digunakan untuk sekali belanja. Dimanakah letak
perbedaannya, sedangkan nominalnya sama-sama satu juta?
Maha Suci Allah yang telah memberikan
rezeki pada hamba-hambaNya.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Tak Cukup Hanya Materi
Ditulis oleh Nasyithun Izzah
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://sayaummiraihan.blogspot.com/2012/11/tak-cukup-hanya-materi.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Nasyithun Izzah
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar