Trend Masa Kini: Les CALISTUNG
Senin, 12 November 2012
0
komentar
Suatu hari saat sedang berhenti di
lampu merah, mata saya tak sengaja membaca sebuah poster tentang les calistung
(baca tulis hitung). Kawasan perempatan agaknya menjadi primadona dalam
memasang berbagai iklan, tidak hanya yang bertiang tapi berbagai spanduk
bertebaran di pinggir perempatan.
Di poster yang bergambar anak sedang belajar itu
tertulis -kurang lebih- begini: “Umur 2 tahun waktunya les calistung, Ma. Biar
nanti bisa masuk SD favorit.” Di pojok kanan ada tambahan “bonus tas”. Lalu
dibagian paling bawah tertera alamat tempat lesnya.
Aneh sekali rasanya, sejak kapan
anak usia 2 tahun sudah “dipaksa” ikut les calistung? Saat balita belum bisa
memanggil mama-papa dengan benar sudah disodori les membaca, menulis, dan
berhitung. Entah metode apa yang digunakan, tapi mengikutkan les bagi anak usia
2 tahun sepertinya terlalu dipaksakan.
Playgroup saja membatasi usia anak
2,5 tahun, itupun “belajar”nya hanya tiga kali seminggu. Suasana belajar dibuat
nyaman diisi menyanyi, berdoa, dan bermain. Tidak ada pelajaran menulis,
membaca, apalagi berhitung. Anak-anak bebas berlari-lari sesuka hati, bermain
dengan mainan yang disukai.
Fenomena apakah ini? apakah hanya
sekedar taktik tempat les yang ingin mengeruk keuntungan? Atau memang orangtua
jaman sekarang “silau” dengan predikat sekolah favorit, sehingga anak yang
belum lengkap akalnya dipaksa mengikuti berbagai les-les yang belum tentu
sesuai dengan bakatnya.
Ada anggapan bahwa anak yang bisa
membaca, menulis di usia dini dianggap cerdas sehingga para orangtua
berlomba-lomba mengikutkan les bagi anak-anak balita mereka. Selain karena
ingin anaknya pintar, terselip ambisi orangtua untuk menjadikan anaknya pantas
menyandang predikat cerdas. Siapa sih yang tidak bangga punya anak pintar?
Namun agaknya ada yang terlupa,
bahwa anak-anak yang dianggap pintar dengan nilai-nilai bagus di sekolahnya
saat dewasa nanti tidak lebih berhasil dari anak yang biasa-biasa saja. Padahal
kehidupan nyata yang akan dihadapi saat anak dewasa lebih memerlukan
kreativitas dan kemampuan menyelesaikan persoalan, bukan dengan deretan angka
yang nyaris sempurna. Seseorang tidak akan bisa sukses hanya mengandalkan
ijazah dari universitas favorit dengan IPK 4,0.
Memaksa anak usia dini untuk baca,
tulis, hitung justru akan membuat kehidupannya menjadi lebih berat. Anak yang
otaknya sudah dipenuhi cara berpikir linier akan mengabaikan kreativitas,
kemampuan mengelola emosi, dan jiwa seninya pun layu sebelum berkembang.
Akhirnya ia tumbuh menjadi manusia robot yang segala sesuatu seperti sudah
terprogram, tidak ada tempat untuk mengembangkan ide, inovasi, dan proses
kreatif. Dan ini hanya melahirkan generasi pekerja bukan pemberi kerja.
Bahkan menurut penelitian ada
kecenderungan anak menjadi malas membaca jika sejak kecil sudah diajari membaca.
Agar anak suka membaca bukanlah dengan mengajarinya membaca sejak kecil tapi
rasa ingin tahunya yang harus ditumbuhkan. Ketika jiwa ingin tahu anak tinggi
maka dia akan mencari informasi dan salah satunya lewat buku, sehingga secara
tidak langsung anak terdorong untuk membaca. Berbeda dengan anak yang
dipaksa-paksa membaca saat usianya belum siap maka dia akan cepat bosan dan
menganggap membaca sangat membosankan.
Lalu kapan usia yang tepat anak
belajar membaca? Menurut buku yang saya baca usia yang bagus adalah 7 tahun
atau kelas 1 SD. Bahkan, di Amerika anak-anak sekolah dasar baru diajari
membaca saat kelas 3. Kelas 1 dan 2 diisi dengan pengetahuan dasar tentang
kehidupan dan bermasyarakat, pendek kata kelas-kelas awal adalah pembentukan
mental dan karakter.
Tapi yang terjadi sekarang sungguh
berbeda, anak usia TK sudah diajari menulis, membaca, dan berhitung. Ujian pun
sudah seperti sekolah yang lebih tinggi, yaitu menggunakan kertas lembar
jawaban. Sungguh kasian melihat anak yang sedang senang-senangnya bermain harus
duduk menekuri kertas, mengernyit memikirkan jawaban, sambil berusaha keras
menulis huruf demi huruf.
Sekolah dasarpun berlaku “kejam” dengan menetapkan peraturan
bahwa siswa baru harus bisa membaca dan menulis, dan diberlakukakn tes tertulis.
Itulah sebabnya para orangtua berduyun-duyun me-les-kan anaknya agar bisa
diterima di sekolah yang dituju. Padahal dalam kurikulum untuk PAUD/TK tidak
ada pelajaran membaca dan menulis – karena saya pernah sekolah untuk menjadi
guru taman kanak-kanak.
Akhirnya anak-anak yang jadi
korban, menjadi objek bagi pemuasan ego orangtua. Bagi anak usia dini tidak ada
artinya sekolah mereka favorit atau tidak, tidak terlalu dipikir apakah nanti
bisa masuk SD favorit atau tidak. Di pikiran mereka yang terpenting adalah
bagaimana bisa bersekolah di tempat yang nyaman dan membuat mereka bahagia.
Dunia tidak akan kiamat karena
anak kita tidak bisa masuk sekolah favorit. Tidak ada jaminan bahwa sekolah
favorit bisa membuat anak menjadi orang sukses kelak, juga tidak ada aturan
bahwa anak yang sekolah di sekolah biasa-biasa saja akan gagal dalam hidupnya.
Kebahagiaan dan keberhasilan seseorang lebih ditentukan bagaimana dia bisa
memecah persoalan kehidupan yang tidak diajarkan di sekolah-sekolah.
Berapa banyak dari kita yang
merasa bahwa pelajaran matematika tentang sincostan, integral, trigonometri
berguna dalam kehidupan sehari-hari? Hanya orang-orang tertentu saja yang
mengambil spesialisasi di universitas yang menggunakannya itupun dengan catatan
mereka bekerja di bidang yang sama dengan jurusan waktu kuliah. Selebihnya
matematika digunakan untuk menghitung gaji, belanja, tabungan, dan menghitung
kembalian. Tidak jauh-jauh dari uang.
Jadi sebagai orang tua janganlah
gampang terpengaruh dengan keadaan dan paradigma yang tengah berkembang.
Seringkali terjadi ketimpangan apa yang dibutuhkan anak dengan yang diberikan
orangtuanya. Sehingga memunculkan tekanan yang berdampak buruk pada
perkemabangan jiwaa anak. Apa yang menurut orang tua baik dan membuat anak
bahagia belum tentu sama dengan yang diinginkan anaknya. Kuncinya adalah
komunikasi dan tempatkan diri sejajar dengan anak, bukan seperti bos yang
kata-katanya harus selalu didengar. Anak-anak juga ingin dihargai dan didengar
pendapatnya.
Semoga kita semua bisa menjadi
orangtua yang diidolakan anak-anaknya. Salam generasi emas!
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Trend Masa Kini: Les CALISTUNG
Ditulis oleh Nasyithun Izzah
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://sayaummiraihan.blogspot.com/2012/11/trend-masa-kini-les-calistung.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Nasyithun Izzah
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar