Catatan Seorang Istri dan Ibu
Jumat, 19 April 2013
0
komentar
Suami, 27 tahun: berpendirian kuat, pemikir, punya gaya hidup berbeda dari orang kebanyakan, bercita-cita besar, serta punya ego dan harga diri tinggi
Raihan, balita usia 2 tahun: lincah, suka berjalan, keras kepala, tidak menerima penolakan, punya ego lebih besar dari ayahnya
Dan... saya terjepit diantara
mereka berdua. Sisi baiknya abinya Raihan punya sisi kedewasaan sehingga sering
mengalah saat berebut pengaruh dengan anaknya.
Seringkali saya tidak bisa
mengerti jalan pikiran mereka berdua. Yang satu karena dia “memikirkan apa yang
tidak saya pikirkan” sedangkan satunya belum mau bicara untuk mengatakan
keinginannya. Jadilah saya hanya bisa menbak-nebak dan akhirnya berujung pada
banyak kesalahan.
Suami memiliki cita-cita jangka
panjang dan juga mengetahui bagaimana cara mencapainya. Ia akan tahan menerima
penolakan, sikap sinis, dan ketidakpercayaan orang lain. Langkah-langkahnya
diperhitungkan dengan matang, mengatakan hanya yang ingin dia katakan, dan
tidak selalu mau membagi pikirannya. Itulah mengapa ia kelihatan lebih tua
beberapa tahun, rambut mulai beruban, dan mengalami beberapa masalah dengan
rambutnya.
Ia tidak suka mengabarkan berita
buruk lewat telepon, sangat menjaga perasaan ibunya, tidak suka membeli barang
bila yang lama masih bisa dipakai dan bersikukuh tidak mau terikat oleh dunia.
Suatu hari saat melihat lemari pakaian, dia berkata, “Pakaian ini masih cukup
sampai mati nanti, tidak perlu membeli pakaian baru.” Pendapat yang agak aneh
mengingat saya suka dengan pakaian baru hehe...
Suami makan seadanya , jarang
menginginkan makanan tertentu. Menyukai makanan murah dan sehat. Allah memberi
banyak kemudahan untuk kami, rezeki, kesehatan, dan rasa cinta. Saat teman-teman
dikantor mulai berlomba membeli kendaraan, yang punya motor ingin mobil, atau
bagi yang sudah bermobil ingin mengganti baru, dia masih keukeuh dengan sepeda
motor Happy-nya. “Motor riwayat ini, Pak,” begitu jawabnya saat ditanya orang
kenapa tidak membeli baru. Belakangan saya
tahu kalau dari SMA sudah memakai motor itu.
Ia tidak mengijinkan saya
bekerja, menginginkan sepenuhnya dirumah, mengasuh anak dan mendidiknya sepenuh
hati. Keputusan yang sangat menguntungkan karena saya bisa mengembangkan hobi
(mudah-mudahn suatu hari nanti bisa menjadi lahan bisnis) dan mengasuh anak
pertama kami yang sangat istimewa.
Bagaimana tidak, anak saya itu
dari kecil sepertinya sudah mewarisi bakat orang tuanya. Dia sangat suka
berjalan dan mempunyai bakat pemikir. Kalau sudah berjalan tak peduli pagi,
siang, sore, ia akan berjalan sampai kakinya lelah. Kalau dihitung-hitung
mungkin rekor terjauhnya adalah 2 kilometer. Jarak yang luar biasa untuk anak
usia 2 tahun.
Saat melihat teman-temannya
bermain, ia hanya berdiri mengamati, kalau dirasa menarik ia akan mendekat,
kalau tidak maka ia melewatinya dan tak menoleh sedikitpun. Mainan yang biasa
disukai anak-anak belum tentu disukainya. Ia tidak mudah puas dan gampang
bosan, sehingga saya harus mencari ide-ide agar dia tidak bosan, meski
seringkali saya kelelahan dan mengeluarkan senjata pamungkas agar ia duduk
tenang: memutarkan video anak-anak.
Ternyata menjadi seorang ibu
rumah tangga dan berada di tengah-tengah makhluk yang egonya melebihi tubuhnya
ini tidak semudah membalik telapak tangan. Kadang ingatan saat bekerja dulu
sangat menarik hati dan mengecilkan arti mengurus rumah tangga, yang kata orang
tidak produktif dan identik dengan wanita tak berpendidikan tinggi. Tapi sesaat
kemudian saya tersadar bahwa 2 orang ini adalah pelengkap hidup saya dan sebuah
anugerah yang patut disyukuri, ditengah banyaknya orang yang merindukan memiliki keluarga dan
anak-anak.
Mungkin benarlah pendapat ini,
“Semodern apapun wanita, sepintar apapun dia, dan setinggi apapun jabatannya, tetaplah
dalam hatinya menginginkan keluarga dan anak yang ia lahirkan sendiri. Meski
banyak yang menginginkan kesetaraan gender, dimana laki-laki dan perempuan
dituntut setara dan sama tanpa memperhatikan jenis kelamin, namun seorang
wanita belumlah merasa sempurna jika dia belum menjadi ibu. Satu hal yang tak
seorang laki-lakipun ingin mengambil peran mulia ini.”
Selamat Hari Kartini.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Catatan Seorang Istri dan Ibu
Ditulis oleh Nasyithun Izzah
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://sayaummiraihan.blogspot.com/2013/04/catatan-seorang-istri-dan-ibu.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Nasyithun Izzah
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar