Kenangan Masa Kecil yang Selalu Berkesan

Posted by Nasyithun Izzah Kamis, 09 Mei 2013 1 komentar

Beberapa waktu lalu saat tengah menunggu pesanan di kedai ayam tulang lunak, saya melihat seorang bapak makan dengan anak perempuannya. Sebenarnya mereka makan beramai-ramai dengan ibu dan keluarga yang lain. Tapi karena bangku sudah penuh si bapak dan anaknya ini ‘terpisah’ dan duduk tepat di hadapan saya. Ada kejadian menarik berkaitan dengan mereka.
Anak perempuannya masih kecil, mungkin umur 6 tahunan, sedangkan sang bapak pria setengah baya dengan kulit hitam dan beraut wajah keras, menandakan orang yang tegas dan berpendirian kuat. Bapak itu sedang makan soto ayam, sesekali ia menyuapi anaknya yang makan sambil terus bertanya ini itu. lalu tiba-tiba si anak minta ditambahkan kecap ke mangkuk soto bapaknya,
“Pak, tambah kecap, ya?” anak itu menyorongkan botol kecap ke arah bapaknya.
“Sudah dikasih kecap ,” jawab bapaknya singkat sambil mengembalikan kecap ke tempat semula.
“Kasih kecap, Pak,” anak itu menyorongkan lagi botol kecap.
“Nggak mau, sudah di kasih kecap.” Si bapak menepis kecapnya.
“Ayo, Pak, tambah kecapnya.”
“Bapak yang makan kenap suruh tambah kecap? Nggak mau!” Bapaknya sudah mulai menunjukkan kejengkelan.
“Ayolah Pak, tambah kecap.” Anak itu terus merengek, hingga terjadi beberapa kali geser-menggeser kecap. Kemudian tangan si bapak bergerak ke bawah, mungkin mencubit kaki putrinya.
Namun bukannya jera anaknya malah terus merengek minta ditambahkan kecap. Ia mengguncang-guncangkan tangan bapaknya hingga tak bisa lagi makan. Saya mulai khawatir si bapak naik pitam. Ternyata benar si bapak mencubit lagi sepertinya lebih keras, sambil memarahi anaknya. Anak itu kemudian menangis, tapi dalam tangisnya dia masih berkata,”Pak tambah kecapnya, dikiiiit aja. Tambah kecap, Pak.”
Si ibu yang duduk dibangku lain segera mengambil alih anaknya, sementara bapaknya melanjutkan kembali makan soto.
Ada yang menyentil hati saya, bagaimana jadinya bila seandainya si bapak tadi mau menuruti permintaan anaknya? Bukankah tidak sulit hanya sekedar menambah kecap? Kalau  ditambah sedikit tentu tidak berpengaruh banyak pada rasa soto.
Mungkin bagi bapak itu anaknya terlalu mengada-ada dan nakal. Saya yang makan kenapa harus menuruti orang lain? Terserah saya dong mau ngasih kecap atau nggak, kan saya yang ngerasain makanannya, mungkin begitulah pikiran bapak itu.
Tapi apakah sebanding antara tidak mau menambah kecap dengan luka hati yang dirasakan anaknya? Apalagi perasaan anak sangat peka. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa kejadian kecil seringkali berpengaruh pada hubungan orangtua dan anak kelak.
Saat anak dimarahi apalagi ditambah hukuman fisik, akan sangat melukai hatinya. Luka itu akan terus terbawa hingga dewasa yang berakibat renggangnya hubungan orangtua-anak dan keengganan untuk taat pada orang tua. Anak-anak belum bisa menilai apakah perilaku mereka menganggu orang lain atau tidak, bagi mereka sangat menarik mencoba hal-hal baru, termasuk menambahkan kecap ke dalam soto.
Tidaklah bijak bila bakat alami itu disikapi dengan kasar karena bisa merusak kreatifitasnya. Rasa ingin mencoba hal baru adalah hal yang mutlak terjadi pada fase kanak-kanak. Dengan bakat itu ia bisa menentukkan mana yang baik dan buruk, mana yang menarik dan membosankan, dan mana yang berguna dan tidak.
Permintaan anak yang sering dianggap sepele oleh orang tua sebenarnya adalah sarana agar lebih diperhatikan dan mencari gambaran apakah orangtua betul-betul menyayanginya. Anak belum bisa melihat bahwa orang tualah yang selama ini merawatnya, memberi uang jajan, yang mengasuh dan memberikan mereka pakaian. Alam fikiran mereka belum sampai pada taraf seperti itu.
Mereka masih melihat pada persoalan yang kecil-kecil, seperti kesediaan orangtua mencium pipinya, membetulkan ikatan sepatunya, atau membantu membuatkan pesawat kertas. Tapi sayangnya persoalan kecil itu berpotensi lebih masuk ke alam bawah sadar yang akan menjadi landasan untuk taat atau tidak, menghormati orang tua atau tidak di kemudian hari.
Saya masih ingat dulu saat masih TK saya ikut ayah belanja ke pasar. Ayah seorang pedagang bakso yang harus belanja pukul 2 dinihari agar bisa dimasak paginya. Entah bagaimana caranya saya bisa bangun pukul 2. Ayah pun tak keberatan mengajak saya, yang masih kecil belanja, meski sebenarnya tentu merepotkan.
Setelah membeli daging kami ke tempat penggilingan daging, sambil menunggu saya ingin makan snack Taro yang kebetulan dijual dekat situ. Ayah membukakan bungkusnya, tapi terbalik. Gambar orangnya jadi terjungkir.
Waktu itu saya sangat tidak suka jika makan snack dibuka dari bawah. Mungkin terpengaruh iklan yang memegang kemasannya dengan tegak agar tampak tulisan mereknya. Saya lalu merengek nggak mau makan karena dibukanya terbalik, tanpa banyak kata ayah membeli satu lagi dan membukanya seperti keinginan saya. Tanpa memarahi sedikitpun.
Kejadian itu sangat membekas hingga sekarang, seolah dari kejadian kecil itu tersirat bagaimana ayah begitu menyayangi saya. Di tengah sibuknya berbelanja ayah masih mau menuruti pemintaan yang kekanak-kanakan itu. Mungkin saat itu ayah tidak tersenyum karena memang beliau orang yang cukup keras tapi dari tindakan itu seolah merupakan puncak kasih sayangya pada saya. Tentu saja diluar fakta bahwa selama ini ayah yang menafkahi keluarga.
Saat saya mengingat kejadian itu betapa cinta dan hormat saya begitu membuncah seolah ingin keluar. Sampai ingin menangis rasanya. Kejadian sepele yang ternyata menjadi landasan bagi saya untuk terus menghormati dan mencintainya. Saat saya merasa marah dan kecewa kejadian itu sepert air sejuk yang mengguyur ke dalam hati.
Rasulullah bersabda:

“Barang siapa memilki tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan, atau dua anak perempuan, atau dua saudara perempuan lalu memperlakukan mereka dengan baik dan bertakwa kepada Allah dalam mengasuh mereka, maka baginya surga.”
Subhanallah betapa Rasulullah sudah jauh-jauh hari mewasiatkan agar berbuat baik pada anak. Jiwa anak yang lembut dan polos sangat mudah tergores, sekali saja tergores maka akan menimbulkan bekas yang sulit untuk hilang. Apalagi bagi anak perempuan yang memang halus perasaannya, dan dia adalah pembawa generasi berikutnya yang harus dijaga jiwanya agar kuat. Jiwa yang terluka tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali manusia yang berakhlak buruk.
Maka anak perempuan yang diperlakukan dengan kasar, bentakan, cubitan maka ia kelak menjadi ibu yang buruk dan gampang marah, kurang sabar dalam mengasuh anak.


Pada dasarnya seorang anak tidaklah nakal dan mereka juga tidak pernah punya keinginan untuk membuat marah orangtuanya. Kemarahan muncul karena anak melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Saat mendapati anak melakukan hal-hal yang menjengkelkan atau tidak baik, sangat dianjurkan untuk tidak memarahinya ketika itu. Tapi jelaskan secara baik-baik kenapa hal itu dilarang, atau bila kesalahan kecil saja tidak usah dibesar-besarkan.
rs-mojosongo.com
Bagi saya kejadian bapak dan anak perempuan soal kecap diatas bisa sangat menentukan kualitas hubungan mereka di kemudian hari. Saat keinginan anak yang begitu menggebu (meski sepele) dituruti maka ia akan menaruh perasaan yang begitu dalam. Kesan itu akan terpancang kuat dan menjadi sebuah memori indah yang akan terus dikenang sepanjang hidup.
Sayang sekali jika kita melewatkan hal-hal menakjubkan saat anak mulai tumbuh dan mengembangkan hidupnya. Di kala hati marah dengan sikap mereka maka sadarilah bahwa mereka masih anak-anak, dan seorang anak tidak pernah punya keinginan mendapat murka orangtuanya. Penuhilah permintaan mereka semampu kita, dan tetap bersikap lembut. Jangan sampai hanya karena kesalahan kecil menimbulkan luka seumur hidup.


Baca Selengkapnya ....
TEMPLATE CREDIT:
Tempat Belajar SEO Gratis Klik Di Sini - Situs Belanja Online Klik Di Sini - Original design by Bamz | Copyright of Ummi Raihan.