Susahnya Berbuat Baik
Minggu, 29 Juli 2012
0
komentar
Pernah gak sih kita merasa susah banget jadi orang baik?
Adaa aja yang bisa buat kita patah semangat dan ingin menyerah. Usaha yang
berliku dan menguras tenaga, salah tanggap dari orang lain, sampai tuduhan
kalau cuma ingin cari muka (padahal muka gak pernah ilang ngapain dicari yah?).
intisari-online.com |
Begitulah berbuat baik tak selamanya mudah, meski yang
dilakukan akan membuat orang lain senang. Tapi selalu saja ada orang sirik dan
acuh tak acuh yang akan berusaha menghalangi. Kenapa orang acuh tak acuh juga
menghalangi kebaikan? Kalau orang sirik kan jelas, dia akan menghalangi dengan
segala cara supaya usaha kita gagal, atau paling nggak melontarkan ucapan pedas
dan sinis yang membuat down.
Nah, kalau yang acuh
tak acuh dia tidak punya semangat dan memandang yang kita lakukan sia-sia.
Kalau kita sering gaul sama orang-orang model begini semangat kita yang tadinya
menyala-nyala lama-lama akan redup mirip lampu teplok kehabisan minyak. Tapi
giliran kita berhasil dia bakal bilang itu hanya kebetulan. Padahal dia juga
ikut merasakan dampak ‘kesuksesan’ kita . Aduh repot juga, yah?
Berbuat baik banyak macamnya, misalnya kita mengingatkan
orang-orang agar jangan buang sampah sembarangan, apalagi di tempat umum. Uih,
kelihatannya mulia banget, kan? Apalagi di tempat-tempat rekreasi yang akibat
‘pengaruh buruk’ sampah bisa membuat pemandangan jadi rusak.
Tapi kira-kira apa reaksi orang kalau diingatkan begitu?
Senang, marah, atau cuek? Kebanyakan sih marah, atau paling nggak sebel, dan
menganggap bahwa kita orang yang sok tahu, sok ngatur, cerewet, atau suka ikut
campur urusan orang lain. Padahal kalau ditanya mereka suka tempat bersih atau yang kotor. Yakin deh mereka suka tempat
bersih. Tapi saat diingatkan untuk menjaga kebersihan pada sewot aja tuh
orang-orang.
Ini nih yang bikin repot. Pengen bersih tapi gak mau ikut
bersih-bersih. Mirip orang yang berharap memetik jeruk tapi yang ditanam jagung.
Sampai kiamat pun gak akan bisa, kalee.
Contoh lain kita
berusaha mengingatkan para remaja yang hobi pacaran (ternyata bukan cuma
mancing, jalan-jalan, atau baca aja yang dijadikan hobi). Mungkin bagi sebagian
orang, mudah-mudah ini hanya sebagian kecil aja, menganggap pacaran adalah hal
yang lumrah dan wajar. Remaja pacaran bukan hal aneh, malah kalau nggak pacaran
dikirain nggak laku (emang dagangan, nggak laku?).
Setiap hari hampir di surat-surat kabar dan di televisi
banyak dijumpai kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, atau pembuangan bayi yang
baru lahir. Itu semua dari mana? Dimana akar permasalahannya? Ayo buka mata,
itu semua berawal dari budaya pacaran!
Karena pacaran orang menganggap biasa deh pegang-pegang,
cium ini-itu, raba sini-situ. Akhirnya bagi laki-laki (kebanyakan) yang nafsu
lagi tinggi dan nggak bisa nahan lagi terjadilah hubungan di luar nikah.
Akibatnya? Si cewek hamil, digugurin gagal, akhirnya pilihan terakhir dibuang
pas baru lahir. Ya, ampun sadis banget! Film saw aja sampai kalah sadis. Cuma ayam gila yang ninggalin
anak-anaknya. Berarti kalau manusia bisa disebut gila juga nggak, ya?
Mungkin ada yang bilang “saya dulu pacaran, nggak apa-apa
kok. Nggak hamil,” atau “Anak saya pacaran, tapi dia masih bisa menjaga diri,
kok” atau “lha kalau nggak pacaran gimana bisa dapat suami (atau istri)?”
Saat kita mengingatkan bahaya-bahaya dan dampak buruk
pacaran, apa yang kita dapat? Ucapan terima kasih dengan wajah berbinar-binar
atau wajah sebal yang menyimpan marah? Apa
sih orang ini? ikut campur urusanku saja, bapak bukan, ibu bukan, nenek bukan,
pak RT juga bukan. Kira-kira begitulah reaksi para remaja yang sedang
bergejolak darahnya.
Seandainya mereka tahu bahwa selain pacaran masih banyak hal
yang bisa dilakukan. Usia remaja adalah usia genting untuk menyusun cita-cita
dimasa depan. Menempa kemampuan diri agar berhasil saat usia dewasa. Apa
jadinya jika energi yang begitu besar dan bisa digunakan untuk mempelajari
banyak hal, habis untuk bermelo-melo pacaran?
Ah, seandainya para remaja tahu, kalau orang-orang berhasil
dan sukses menghabiskan masa remajanya dengan belajar dan berhati keras
menghadapi berbagai kesulitan. Tidak ada orang sukses tiba-tiba berhasil. Ada
proses panjang yang dilalui. Mereka rela mengisi masa remaja dengan mimpi-mimpi
dan perencanaan masa depan. Mereka tidak menghabiskan waktu hanya memikirkan
bagaimana menggaet si anu, malam minggu ini pergi kemana, atau bertanya-tanya
kenapa si anu menghiantinya dan berpaling pada orang lain.
Para orang sukses tidak terjebak pada budaya remaja yang
cenderung lebay dan mendayu-dayu. Seolah dunia ini hanya dipenuhi bayangan si
anu dan hampanya hati bila tak bisa bersama yang disukai.
Sudahlah bakalan panjang kalau ngomongin tentang pacaran,
yang jelas meski perjalanan berbuat kebaikan tidak mudah kita tak boleh putus
asa. Semakin susah, berarti semakin menantang, dan Insya Allah dapat pahala
besar.
Meski tidak banyak, di belahan dunia manapun selalu ada
orang yang tergerak untuk menanam kebaikan. Ini adalah orang hebat yang dengan
tangannya mampu membuat tanah tandus bisa ditanami. Butuh kesabaran dan
keuletan tingkat tinggi. Tidak pernah menyerah pada halangan, tapi justru
semakin bersemangat.
Percaya deh, walaupun susah tapi lama kelamaan hasilnya akan
terlihat dan saat itu barulah kita menyadari bahwa yang kita lakukan tidak
sia-sia. Penting untuk menanamkan pada diri sendiri agar tidak berharap
perubahan bisa terjadi dengan instan, itu semua perlu waktu, coy. Banyak orang yang akhirnya menyerah
karena tidak sabar menunggu hasil itu muncul.
Ayo tetap semangat, menjadi orang baik memang susah, tapi menjadi
orang susah justru lebih tidak baik lagi, makanya pantang menyerah! Dan mulai
sekarang mari menebalkan muka dan telinga, agar tidak mudah jatuh oleh
pandangan dan omongan orang.
Baca Selengkapnya ....