Teko dan Manusia

Posted by Nasyithun Izzah Kamis, 22 November 2012 0 komentar


Manusia tak ubahnya seperti sebuah teko. Saat teko dituang maka ia akan mengeluarkan isi yang ada di dalamnya. Bila berisi susu maka dari corong teko keluar susu, bila isinya teh maka yang keluar juga teh. Tak pernah ditemukan teko berisi teh tapi yang keluar malah kopi.
Manusia juga mempunyai ‘corong’ yang dari ‘corong’ itu keluar isi yang mewakili diri, corong itu bernama mulut. Mulut dibantu dengan lidah sejatinya adalah cerminan diri pribadi. Bila ingin menilai seseorang maka perhatikanlah apa yang ia katakan.
Seorang yang suka berburuk sangka maka ia akan suka mengeluh, menyalahkan orang lain, dan menggerutu. Orang yang sombong senantiasa memandang rendah orang lain, menghina, melecehkan, dan berkata yang menyakitkan. Sebaliknya orang berhati sabar tidak mudah terpancing emosinya, bersikap tenang, dan senantiasa berkata kebaikan.
Meski kadang orang juga bisa berpura-pura. Meliukkan lidah, memutar otak merangkai kata yang tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan. Namun, itu hanya sementara saat tujuannya sedang didepan mata, bila sudah kembali pada teman-temannya atau kembali pada lingkungan asal maka terbongkarlah semua kepalsuan.
Mari luangkan waktu sejenak untuk  mereka-reka seperti apa orang di sekitar kita. Ini bukan dalam rangka berprasangka atau men-judge orang lain, tapi sekedar sebagai cerminan diri, bagaimanakah kita di mata orang lain?
Seseorang tampak sifat aslinya saat berada diantara orang-orang terdekatnya entah itu keluarga, sahabat atau pasangan. Karena pada saat itu seseorang merasa nyaman untuk bersikap apa adanya, mengeluarkan sifat-sifat yang mungkin memalukan bila ditampakkan di hadapan orang lain. Perasaan aman akibat adanya ikatan membuat perasaan takut ditinggalkan bila bersikap ‘buruk’ menjadi hilang. Misalnya Anda termasuk orang yang jarang mandi, tapi saat menghadiri acara pernikahan maka Anda tidak akan pergi dengan muka kusut dan badan yang bau. Anda akan berpakaian rapi, memakai minyak wangi pokoknya kerenlah. Tapi saat kembali ke rumah berkumpul dengan orang tua, suami, istri, atau anak pakaian rapi dan badan wangi hilang entah kemana.
Begitupun saat berhadapan dengan orang yang baru dikenal tidak mungkin Anda langsung mengajaknya merumpi atau bergosip, jadi dia tidak akan tahu kalau sebenarnya Anda adalah orang yang sering menonton acara infotainment. J
Interaksi yang berlangsung lama dengan seseorang lambat laun akan membuat kita mengerti bagaimana sifat orang itu sebenarnya. Selain dari perilaku, kata-kata adalah hal yang paling mencolok dalam menilai kepribadian. Orang yang berpribadi santun, berakhlak baik tidak akan mudah menghina atau mengumpat. Sedangkan orang yang sedikit-sedikit mencela, sering menyumpahi orang lain, berkata kotor atau jorok tentu tidak bisa dibilang orang yang baik, kan?
Ada orang yang punya hobi mengkritik orang lain, ada yang gemar berbohong, namun ada juga yang bila berbicara kata-katanya begitu menyejukkan dan menenangkan hati.
Contoh paling nyata dan mudah untuk menilai pribadi seseorang adalah ketika ia menjadi orang tua. Lihatlah bagaimana dia berbicara pada anak-anaknya. Apakah sarat perintah dan larangan atau penuh kesabaran dan ketelatenan? Orang tua yang berhati sabar dan dipenuhi kebaikan tidak akan mudah memarahi anak, gampang melabeli anak dengan sebutan ‘anak nakal, anak pemalas, anak tidak bisa di atur’, atau menghina dan meremehkan kemampuan anak.
Dalam tataran kehidupan sosial kepribadian bisa ditilik dari apa yang dikatakan dihadapan orang. Apakah mengandung kebaikan atau hanya berbusa-busa tapi tiada makna? Semakin banyak yang dikatakan (apalagi bila tidak penting) maka semakin menunjukkan kualitas pribadinya.
Tulisan juga mewakili perasaan dan pikiran seseorang karena saat menulis maka pikiran akan mengejawantah secara nyata. Contoh kecilnya adalah status di jejaring sosial dan komentar dalam diskusi dunia maya. Bandingkanlah status atau komentar seorang ustadz dengan status dan komentar para remaja galau, tentu jauh berbeda.
Sebagai makhluk yang tidak sempurna banyak sekali kata-kata tidak berguna yang sempat terlontar, bahkan mungkin menyakiti orang lain. Namun, ketidaksempurnaan itu bukan lantas dijadikan alasan untuk melegalkan ucapan buruk kita. Berusaha, dan terus berusaha menjadi orang yang lebih baik tetap perlu dilakukan. Tidak ada kata terlambat untuk berubah selama kematian belum menghampiri.
Lalu bagaimana caranya berubah? Salah satunya banyak membaca—terutama Al Quran—dan buku-buku pengembangan diri akan membuat hati kaya. Kemiskinan hati-lah yang membuat orang gemar mengumbar kata-kata tak berguna karena ia merasa kurang dan butuh pengakuan orang lain. Tuntunan hidup Rasulullah yang selalu berpikir sebelum berbicara pun perlu dicontoh dan diamalkan sehingga kata yang keluar dari mulut betul-betul berguna dan tidak sampai menyakiti orang lain.
Semoga kita semua diselamatkan dari bahaya lisan yang seringkali lebih tajam dan menyakiti lebih banyak orang daripada pedang. Amin.

Baca Selengkapnya ....

Puasa Asyura 2012

Posted by Nasyithun Izzah Rabu, 21 November 2012 0 komentar


Pada  tanggal 15 November lalu bertepatan dengan permulaan Tahun Baru Hijriah atau 1 Muharram 1434 H. Pada bulan ini disunnahkan memperbanyak puasa seperti hadist Nabi:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
"Puasa yang paling utama sesudah puasa Ramadlan adalah puasa pada Syahrullah (bulan Allah) Muharram. Sedangkan shalat malam merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardlu." (HR. Muslim, no. 1982)
Menurut Imam Al-Qaari, bahwa secara zahir, maksudnya adalah seluruh hari-hari pada bulan muharram ini. Tetapi telah disebutkan dalam hadits shahih bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam tidak pernah sama sekali berpuasa sebulan penuh kecuali di Ramadhan. Maka hadits ini dipahami, dianjurkan untuk memperbanyak puasa pada bulan Muharram bukan seluruhnya.
Mungkin ada diantara kita yang ingat bahwa pada bulan muharram ada yang namanya puasa asyura.
Puasa asyura adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 10 muharram. Rasulullah bersabda:
"Puasa hari 'Asyura, sungguh aku berharap kepada Allah agar menghapuskan dosa setahun yang telah lalu." (HR. Muslim no. 1975)
Salah satu keutamaan puasa asyura adalah menghapus dosa setahun yang lalu. Namun ketika Rasulullah berpuasa pada tanggal 10 muharram para sahabat berkata bahwa kaum Yahudi dan Nashrani pun berpuasa pada hari itu.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa ‘Asyura. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Hari yang kalian bepuasa ini adalah hari apa?” Orang-orang Yahudi tersebut menjawab, “Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengikuti beliau berpuasa pada hari ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Kita seharusnya lebih berhak dan lebih utama mengikuti Musa daripada kalian.” Lalu setelah itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa. (HR. Muslim no. 1130)
Karena itu Rasulullah bersabda bahwa jika tahun depan masih hidup beliau akan berpuasa pada tanggal 9 muharram.
لَئِنْ عِشْتُ إلَى قَابِلٍ لاَصُومَنَّ التَّاسِعَ
Jika saya masih hidup di tahun depan, pasti akan berpuasa pada hari kesembilan.” (HR. Muslim)
Namun, Rasulullah keburu wafat sebelum sempat melaksanakannya. Hadist ini dijadikan pijakan untuk berpuasa sehari sebelum asyura agar berbeda dari orang Yahudi.
Tapi bila karena terlupa, atau ada kesibukan, sedang bepergian, atau sedang hadih bagi perempuan, boleh berpuasa hanya pada tanggal 10 Muharram saja.
Insya Allah puasa asyura bertepatan dengan tanggal 24 November 2012. Jadi bila ingin berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharam berarti kita disunnahkan puasa pada hari jumat dan sabtu tanggal 23 dan 24 November.
Semoga Allah berkenan menerima puasa kita dan kelak bisa memasuki surga dari pintu yang khusus disediakan bagi orang yang gemar berpuasa.
“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang bernama Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa akan masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka,’Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.” (HR. Bukhari no. 1896 dan Muslim no. 1152)

Baca Selengkapnya ....

Tak Cukup Hanya Materi

Posted by Nasyithun Izzah Sabtu, 17 November 2012 0 komentar

Bagaimana pendapat Anda saat mendengar seorang balita berbicara? Tentu sangat lucu dan menggemaskan. Apalagi bila bicaranya masih belum lancar dan tidak jelas, rasanya sangat menggelitik di telinga. Tapi bagaimana jika yang keluar adalah sebuah umpatan? Ya, kata-kata yang biasanya dilontarkan orang dewasa bila sedang marah.
Adalah seorang anak perempuan kecil lucu berusia sekitar tiga tahun. Badannya sehat berisi, putih kulit tubuhnya, dengan bibir yang merah menguncup. Dia anak seorang pengusaha yang cukup sukses-bahkan dikabarkan ayahnya punya beberapa pomp bensin disamping usaha-usaha yang lain. Ibunya juga berwirausaha dengan membuka beberapa restoran cepat saji.
Soal ekonomi bisa dibilang tidak kekurangan, mereka punya tukang kebun, juru masak, pembantu rumah tangga dan 2 baby sitter untuk ketiga anaknya yang masih balita. Pakaiannya bagus-bagus dan mahal. Setiap sore si bungsu Aira, dan kakaknya Nadira jalan-jalan sambil makan bersama baby sitter, sedang si sulung asyik bermain sepeda.
Lalu Aira menemukan gundukan batu-batu kecil di depan salah satu rumah yang sedang direnovasi. Spontan ia menghampiri dan menaikinya. Kakinya yang pendek dan gemuk rupanya tidak cukup kokoh berpijak sehingga menyebabkan dia jatuh. Tidak luka namun cukup membuat Aira meringis kesakitan. Sang baby sitter berteriak menyuruh Aira bangun meski tangan Aira menggapai-gapai minta diraih. Baby sitter tetap pada pendiriannya tidak mau menolong bahkan menakut-nakuti akan ditinggal pergi bila tidak mau bangun.
Karena kesal Aira menjerit keras sekali kemudian dia berdiri dengan susah payah. Wajahnya marah sambil mengacungkan tangan Aira berteriak pada si baby sitter, “Kamu itu jelek!”
Kejadian itu cukup membuat saya surprise, darimana anak tiga tahun belajar kalimat tidak sopan seperti itu? Saya kira Aira belum bisa mengerti makna kata ‘cantik’ atau ‘jelek’ yang sebenarnya. Tentulah kata-kata itu berasal dari orang-orang di sekitarnya, jika bukan orang tua pastilah orang yang berhubungan cukup intens dengannya.
Jamak terjadi sekarang ini karena kesibukan, orangtua menyerahkan pengasuhan anak sepenuhnya pada baby sitter. Padahal baby sitter tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam mendidik anak. Tidak adanya rasa menyanyangi yang kuat membuat seorang baby sitter mengasuh dengan setengah hati. Asal anak tidak menangis dan makan teratur ia sudah merasa tenang, walau disertai ancaman, kata-kata kotor, dan mengatai-ngatai anak dengan sebutan ‘anak nakal’, ‘jelek’, ‘bandel’, ‘malas’.
Saya cukup tahu karena hampir tiap hari saat mengasuh Raihan bertemu beberapa baby sitter. Saya pun pernah melihat seorang baby sitter menolak dengan ketus saat dimintai gendong oleh anak asuhannya. Tiba-tiba saya merasa begitu kasihan pada anak itu. Karena jika yang mengasuh adalah ibunya sendiri pasti akan mendekap anak itu penuh sayang.
Banyak orang tua menganggap bahwa kebutuhan anak hanya terfokus pada makanan, pakaian, dan mainan. Sehingga orang tua sudah merasa aman melihat anaknya sehat, berbadan gemuk, dan makan dengan lahap.
Kasih sayang, belaian lembut, pelukan, dan bermain bersama sering diabaikan karena alasan malas dan membuang-buang waktu. Ketika pulang kerja saat tangan anak terangkat minta digendong apa jawaban sang ayah? “Sudah Nak, ayah capek. Kamu main sama mbak aja sana.”  Lalu ayah masuk kamar dan merebahkan diri, merasa seolah-olah dia adalah orang yang paling bekerja keras di dunia. Kedaan ini semakin parah jika ibu pun berlaku sama, capek, penat, stress urusan pekerjaan membuat ibu lebih memilih menyuruh baby sitter untuk mengajak anaknya jalan-jalan agar ia bisa beristirahat.
Salahkah orang tua bekerja? Bukankan bekerja juga untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kian hari kian mencekik leher? Jawabannya tentu tidak, hanya yang harus diingat bahwa anak tidak hanya memerlukan materi tapi juga kasih sayang. Tanpanya perkembangan jiwa anak akan timpang, mudah marah, cemas, dan tidak percaya diri.
Ibu, sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak memang dituntut punya porsi lebih dalam masalah pendidikan putra-putrinya. Jangan karena isu kesetaraan gender membuat ibu bercita-cita menjadi seperti ayah sepenuhnya. Dalam islam seorang suami berkewajiban memberi nafkah keluarganya, sedangkan istri bila bekerja (tentu dengan ijin suaminya) maka penghasilannya adalah miliknya sendiri, seorang suami tidak berhak menggunakan harta istri tanpa ijinnya.
Lalu bagaimana jika penghasilan ayah pas-pasan? Istri boleh bekerja dengan tidak melupakan tugas utamanya, karena sesungguhnya harta yang paling berharga, investasi yang patut diutamakan, dan tabungan masa depan adalah si anak sendiri. Harta bisa lenyap, tapi anak yang berbakti akan membawa kebahagiaan di dunia bahkan sampai di akhirat nanti.
Luangkanlah waktu sejenak untuk bermain dengannya. Jadikan diri tenggelam dalam permainannya, jangan takut dibilang lebay dan kekanak-kanakan, justru semakin atraktif orang tua semakin senang si anak. Bagi anak bermain bersama orangtua adalah salah satu obat rindu yang amat mujarab, mengobati kesepian ditinggal seharian bekerja, dan sebagai hadiah berharga bagi masa depannya. Jangan acuh dan tidak perhatian karena bisa jadi suatu saat orang tua akan terkejut melihat anaknya tumbuh semakin menjauh.
Tarik napas sejenak, lepaskan semua beban pekerjaan. Sesungguhnya dunia tidak akan pernah sampai meski dikejar seumur hidup. Semakin anda terobsesi maka semakin sulit medapatkannya. Kehidupan tidak melulu berisi mencari uang, berapapun penghasilan orang tua jika tetap bersyukur dan (berusaha) merasa cukup maka cukuplah penghasilan itu. Bagi keluarga A satu juta rupiah cukup untuk hidup satu bulan tapi mungkin bagi keluarga B satu juta hanya bisa digunakan untuk sekali belanja. Dimanakah letak perbedaannya, sedangkan nominalnya sama-sama satu juta?
Maha Suci Allah yang telah memberikan rezeki pada hamba-hambaNya.



Baca Selengkapnya ....

Trend Masa Kini: Les CALISTUNG

Posted by Nasyithun Izzah Senin, 12 November 2012 0 komentar

Suatu hari saat sedang berhenti di lampu merah, mata saya tak sengaja membaca sebuah poster tentang les calistung (baca tulis hitung). Kawasan perempatan agaknya menjadi primadona dalam memasang berbagai iklan, tidak hanya yang bertiang tapi berbagai spanduk bertebaran di pinggir perempatan.
Di poster  yang bergambar anak sedang belajar itu tertulis -kurang lebih- begini: “Umur 2 tahun waktunya les calistung, Ma. Biar nanti bisa masuk SD favorit.” Di pojok kanan ada tambahan “bonus tas”. Lalu dibagian paling bawah tertera alamat tempat lesnya.
Aneh sekali rasanya, sejak kapan anak usia 2 tahun sudah “dipaksa” ikut les calistung? Saat balita belum bisa memanggil mama-papa dengan benar sudah disodori les membaca, menulis, dan berhitung. Entah metode apa yang digunakan, tapi mengikutkan les bagi anak usia 2 tahun sepertinya terlalu dipaksakan.
Playgroup saja membatasi usia anak 2,5 tahun, itupun “belajar”nya hanya tiga kali seminggu. Suasana belajar dibuat nyaman diisi menyanyi, berdoa, dan bermain. Tidak ada pelajaran menulis, membaca, apalagi berhitung. Anak-anak bebas berlari-lari sesuka hati, bermain dengan mainan yang disukai.
Fenomena apakah ini? apakah hanya sekedar taktik tempat les yang ingin mengeruk keuntungan? Atau memang orangtua jaman sekarang “silau” dengan predikat sekolah favorit, sehingga anak yang belum lengkap akalnya dipaksa mengikuti berbagai les-les yang belum tentu sesuai dengan bakatnya.
Ada anggapan bahwa anak yang bisa membaca, menulis di usia dini dianggap cerdas sehingga para orangtua berlomba-lomba mengikutkan les bagi anak-anak balita mereka. Selain karena ingin anaknya pintar, terselip ambisi orangtua untuk menjadikan anaknya pantas menyandang predikat cerdas. Siapa sih yang tidak bangga punya anak pintar?
Namun agaknya ada yang terlupa, bahwa anak-anak yang dianggap pintar dengan nilai-nilai bagus di sekolahnya saat dewasa nanti tidak lebih berhasil dari anak yang biasa-biasa saja. Padahal kehidupan nyata yang akan dihadapi saat anak dewasa lebih memerlukan kreativitas dan kemampuan menyelesaikan persoalan, bukan dengan deretan angka yang nyaris sempurna. Seseorang tidak akan bisa sukses hanya mengandalkan ijazah dari universitas favorit dengan IPK 4,0.
Memaksa anak usia dini untuk baca, tulis, hitung justru akan membuat kehidupannya menjadi lebih berat. Anak yang otaknya sudah dipenuhi cara berpikir linier akan mengabaikan kreativitas, kemampuan mengelola emosi, dan jiwa seninya pun layu sebelum berkembang. Akhirnya ia tumbuh menjadi manusia robot yang segala sesuatu seperti sudah terprogram, tidak ada tempat untuk mengembangkan ide, inovasi, dan proses kreatif. Dan ini hanya melahirkan generasi pekerja bukan pemberi kerja.
Bahkan menurut penelitian ada kecenderungan anak menjadi malas membaca jika sejak kecil sudah diajari membaca. Agar anak suka membaca bukanlah dengan mengajarinya membaca sejak kecil tapi rasa ingin tahunya yang harus ditumbuhkan. Ketika jiwa ingin tahu anak tinggi maka dia akan mencari informasi dan salah satunya lewat buku, sehingga secara tidak langsung anak terdorong untuk membaca. Berbeda dengan anak yang dipaksa-paksa membaca saat usianya belum siap maka dia akan cepat bosan dan menganggap membaca sangat membosankan.
Lalu kapan usia yang tepat anak belajar membaca? Menurut buku yang saya baca usia yang bagus adalah 7 tahun atau kelas 1 SD. Bahkan, di Amerika anak-anak sekolah dasar baru diajari membaca saat kelas 3. Kelas 1 dan 2 diisi dengan pengetahuan dasar tentang kehidupan dan bermasyarakat, pendek kata kelas-kelas awal adalah pembentukan mental dan karakter.
Tapi yang terjadi sekarang sungguh berbeda, anak usia TK sudah diajari menulis, membaca, dan berhitung. Ujian pun sudah seperti sekolah yang lebih tinggi, yaitu menggunakan kertas lembar jawaban. Sungguh kasian melihat anak yang sedang senang-senangnya bermain harus duduk menekuri kertas, mengernyit memikirkan jawaban, sambil berusaha keras menulis huruf demi huruf.
Sekolah dasarpun  berlaku “kejam” dengan menetapkan peraturan bahwa siswa baru harus bisa membaca dan menulis, dan diberlakukakn tes tertulis. Itulah sebabnya para orangtua berduyun-duyun me-les-kan anaknya agar bisa diterima di sekolah yang dituju. Padahal dalam kurikulum untuk PAUD/TK tidak ada pelajaran membaca dan menulis – karena saya pernah sekolah untuk menjadi guru taman kanak-kanak.
Akhirnya anak-anak yang jadi korban, menjadi objek bagi pemuasan ego orangtua. Bagi anak usia dini tidak ada artinya sekolah mereka favorit atau tidak, tidak terlalu dipikir apakah nanti bisa masuk SD favorit atau tidak. Di pikiran mereka yang terpenting adalah bagaimana bisa bersekolah di tempat yang nyaman dan membuat mereka bahagia.
Dunia tidak akan kiamat karena anak kita tidak bisa masuk sekolah favorit. Tidak ada jaminan bahwa sekolah favorit bisa membuat anak menjadi orang sukses kelak, juga tidak ada aturan bahwa anak yang sekolah di sekolah biasa-biasa saja akan gagal dalam hidupnya. Kebahagiaan dan keberhasilan seseorang lebih ditentukan bagaimana dia bisa memecah persoalan kehidupan yang tidak diajarkan di sekolah-sekolah.
Berapa banyak dari kita yang merasa bahwa pelajaran matematika tentang sincostan, integral, trigonometri berguna dalam kehidupan sehari-hari? Hanya orang-orang tertentu saja yang mengambil spesialisasi di universitas yang menggunakannya itupun dengan catatan mereka bekerja di bidang yang sama dengan jurusan waktu kuliah. Selebihnya matematika digunakan untuk menghitung gaji, belanja, tabungan, dan menghitung kembalian. Tidak jauh-jauh dari uang.
Jadi sebagai orang tua janganlah gampang terpengaruh dengan keadaan dan paradigma yang tengah berkembang. Seringkali terjadi ketimpangan apa yang dibutuhkan anak dengan yang diberikan orangtuanya. Sehingga memunculkan tekanan yang berdampak buruk pada perkemabangan jiwaa anak. Apa yang menurut orang tua baik dan membuat anak bahagia belum tentu sama dengan yang diinginkan anaknya. Kuncinya adalah komunikasi dan tempatkan diri sejajar dengan anak, bukan seperti bos yang kata-katanya harus selalu didengar. Anak-anak juga ingin dihargai dan didengar pendapatnya.
Semoga kita semua bisa menjadi orangtua yang diidolakan anak-anaknya. Salam generasi emas!

Baca Selengkapnya ....
TEMPLATE CREDIT:
Tempat Belajar SEO Gratis Klik Di Sini - Situs Belanja Online Klik Di Sini - Original design by Bamz | Copyright of Ummi Raihan.