Raihan Story Part1

Posted by Nasyithun Izzah Kamis, 17 Januari 2013 0 komentar

Apakah anak Anda begitu berharga? Apakah dia seorang anak yang istimewa?
Orang tua mana sih, yang tidak sayang anak? Yah, kecuali mengalami gangguan jiwa saya yakin setiap orang tua menyayangi anaknya dan menganggap mereka sangat berharga. Bahkan kasus ibu yang mengajak anaknya bunuh diri bisa dikatagorikan menyayangi anaknya meski dalam cara yang salah. Mungkin si Ibu merasa kasihan kalau anaknya menderita di dunia jadi lebih baik dibawa mati saja. Padahal sebagai orang beriman kita tentu tahu bahwa bunuh diri itu besar dosanya apalagi sampai mengajak orang lain.
Kalau sayang sudah pasti, dong! Tapi merasa anak kita istimewa? Hmm, sepertinya tidak banyak orang tua yang merasakan ini. Apa istimewanya coba? Tiap hari Cuma main game, nilai di rapot gak naik-naik, malas beres-beres, keras kepala, suka membantah, dan lain-lain, dan lain-lain.
Tapi sesungguhnya tiap anak pastilah punya keistimewaan, jangan hanya melihat dari nilai akademis saja lho ya. Anak pintar membuat sambal yang enak juga istimewa, anak bisa menjahit bajunya yang robek istimewa, anak bisa membuat mainannya sendiri juga istimewa (bisa saja ia berbakat sebagai pencipta suatu barang yang berguna di masa depan).
Kali ini saya akan bercerita tentang Raihan, anak pertama saya. Tidak ada maksud lain, selain berbagi pengalaman, siapa tahu ada beberapa ibu yang mengalami hal sama.
Saya hamil sebulan setelah menikah, waktu telat datang bulan saya membeli test pack dan hasilnya positif. Lalu kami memeriksa ke dokter kandungan, tapi dari hasil USG belum tampak si janin, kami di suruh datang dua minggu berikutnya. Sebulan kemudian kami datang lagi dan di layar USG nampak seorang janin dengan denyut jantungnya, luar biasa! Saya sangat bersyukur, atas nikmat ini.
Kunjungan ketiga kami melihat janin Raihan berguling kesana-kemari, hingga bu dokter berkata bahwa janin kami sangat aktif. Bulan demi bulan berlalu disertai rasa tidak sabar ingin segera bertemu Raihan di dunia. Tanggal 13 Januari 2011 Raihan lahir dengan berat 2,9 kg dan panjang  49 cm. Seminggu kemudian kami meng-aqiqahinya.
Raihan tumbuh dengan sehat, jarang sakit dan sangat lincah. Umur 6 bulan sudah mencoba berdiri sambil berpegangan, padahal dia belum bisa merangkak. Umur 10 bulan ia sudah bisa berdiri sendiri selama beberapa detik, dan usia 11 bulan Raihan mulai berjalan.
Namun tentu tidak mulus, banyak proses jatuh bangun yang dialaminya, mulai jatuh dari kasur, menabrak tembok, jatuh kebelakang, terpeleset dan lain-lain. Tapi saya tak pernah menolak untuk dijadikan tempat belajar berjalan, meski beberapa orang bilang usia Raihan belum boleh diajari berjalan. Lha anaknya sendiri yang mau, jadi sebaiknya tidak mudah percaya pada orang lain karena kita yang paling tahu keadaan anak kita.
Seperti yang dikatakan dokter Raihan tumbuh menjadi anak yang sangat aktif. Dia suka membuat barang-barang berantakan, melempar mainan, berlari kesana-kemari dan suka sekali berjalan. Kalau sudah keluar dari pagar maka ia akan terus berjalan sampai kakinya merasa capek, kira-kira sehari ia bisa menempuh jarak 2 km (tapi tentu saja harus disiasati sehingga rutenya muter, dan balik ke tempat semula). Kadang ia tidak bisa dikendalikan, dan berjalan sesuai keinginan hatinya kalau sudah begini saya hanya bisa mengikuti di belakang dan bila ia capek maka saya menelepon abinya dan minta dijemput naik motor (kalau harus pulang sambil gendong Raihan bisa pingsan saya).
Terkadang saya mengalami kelelahan yang sangat, seringkali saya harus mandi ketika abinya pulang kantor (ih, seharian bau deh). Bila Raihan tidur maka saya menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah –saya tak punya asisten—seperti mencuci, mengepel, sholat. Setelah itu buru-buru tidur sebelum kedahuluan bangunnya Raihan.
Meski sangat aktif Raihan tak bisa jauh-jauh dari saya, ia akan menangis kalau mendapati ibunya tak ada. Saat jalan-jalan ia tidak mau digendong abinya, terpaksalah saya yang menggendong kesana-kemari. Tapi ada satu sifatnya yang sepertinya bertentangan, ia tidak suka berteman. Kalau ada anak seusianya ia hanya melihat sebentar lalu pergi dan melakukan aktivitasnya sendiri. Raihan tidak suka dekat-dekat dengan anak-anak lain.
Kebanyakan anak merasa senang melihat teman sebayanya, tapi tidak dengan Raihan. Suatu hari dia sedang melihat ikan di kolam tetangga, lalu datang tiga orang balita perempuan yang umurnya hampir sama ingin melihat ikan juga. Raihan lalu memandang sekilas dan tanpa suara pergi begitu saja. Sepertinya ia punya pikiran sendiri, dan pikirannya entah sedang berloncatan kemana.
Raihan tidak suka mainan, saat ada mainan baru jarang sekali terlihat antusias. Ia baru bereaksi kalau mainan itu dimainkan abinya, setelah itu ditinggalkan tergeletak begitu saja. Saat diajak ke toko mainan ia menangis tak mau turun.
Sampai umur dua tahun dia belum bisa berbicara, hanya mengucapkan beberapa kata yang tidak jelas. Tapi satu hal yang sangat disukainya adalah laptop dan video. Ia tak pernah bosan di depan laptop meski video yang ditontonnya sama setiap hari. Saat marah dan menangis, tidak ada yang bisa menenangkan dengan cepat selain laptop. Dia bisa terpaku tanpa kedip, bahkan kata-kata yang sering ia ucapkan (yang lumayan jelas bunyinya) adalah “appa” mungkin terinspirasi dari “Oppa” (Raihan suka sekali upin ipin). Setelah itu bila ingin menunjukkan sesuatu ia berkata “tengok tu, tengok tu”.
Kami punya saudara yang punya anak seusia Raihan, namanya Azzam. Azzam adalah anak yang ceria, ia lahir tiga hari setelah Raihan. Azzam ingin sekali mengajak Raihan bermain pedang-pedangan tapi Raihan hanya memandangnya saja, lalu ia melanjutkan acara bermainnya sendiri, tak peduli siapapun. Raihan lebih suka berlari mengitari rumah, dari depan kebelakang, belakang ke depan, atau berlari berputar-putar di depan TV.
Kami membelikannya sebuah sepeda roda dua dengan dua roda tambahan. Saya sering melihat dia ingin menaiki sepeda anak tetangga yang berusia TK. jadi meski masih kebesaran untuk seusianya (sepeda yang paling kecil ternyata masih kebesaran, sudah dipendekkan tapi kaki Raihan belum sampai ke pedal) kami tetap memutuskan membelinya. Tapi apa yang terjadi? Raihan hanya sebentar melihatnya lalu kembali mencari laptop. Kadang bila sedang ingin bermain dengan sepedanya dia meminta sepedanya dibalik, jadilah rodanya diputar-putar. Akhirnya sepeda itu lebih sering dalam posisi terbalik.
Lalu Saat dipasar minggu ada sebuah persewaan mobil listrik mini, dengan harga sewa 5000 rupiah per dua putaran. Raihan menaikinya dengan wajah nothing to loose tak ada ekspersi kegembiraan atau penasaran. Bila saya melambaikan tangan ia akan tersenyum tapi setelah itu dia diam mungkin sambil merasakan sensasi naik mobil mini yang bergerak. Seringkali saya salah menduga, apa yang biasanya disukai oleh anak seusianya Raihan belum tentu suka. Dia seperti punya standar dan dunia sendiri. Tapi saya bisa katakan dia tidak autis, karena kami masih bisa mengajaknya berkomunikasi dan dia bisa menyampaikan keinginannya. Hanya saja dia bukan tipe yang bisa ditebak.

yuhuuu.. bersambung!

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Raihan Story Part1
Ditulis oleh Nasyithun Izzah
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://sayaummiraihan.blogspot.com/2013/01/raihan-story-part1.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

TEMPLATE CREDIT:
Tempat Belajar SEO Gratis Klik Di Sini - Situs Belanja Online Klik Di Sini - Original design by Bamz | Copyright of Ummi Raihan.